Menlu AS, yang mantan Direktur Pusat Agen Intelijen AS (CIA) dan pernah bertemu Kim Jong-Un, mengatakan sangat berharap pertemuan puncak akan berlangsung.
Tetapi, ia mengatakan, keputusan itu akhirnya tergantung pada Kim, yang pernah ditemui dua kali dalam waktu kurang dari dua bulan ini.
Trump memunculkan keraguan tentang pertemuan puncak dalam pembicaraan pada Selasa dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, yang datang ke Washington DC untuk mendesak Trump agar tidak membiarkan kesempatan langka dengan Korut pergi begitu saja.
Tidak jelas apakah Trump benar-benar mundur dari pertemuan puncak atau apakah dia secara strategis membujuk Korut menuju perundingan setelah puluhan tahun ketegangan di Semenanjung Korea dan antagonisme dengan Washington atas program senjata nuklirnya.
Gedung Putih tampak lengah ketika, dalam perubahan dramatis, Korut mengecam latihan tempur udara AS-Korsel pada pekan lalu, menangguhkan pembicaraan Korut-Korsel, dan mengancam akan membatalkan pertemuan puncak jika Pyongyang didorong ke arah “pengabaian nuklir sepihak”.
Wakil Menteri Luar Negeri Korut Choe Son-hui mengatakan, masa depan pertemuan puncak antara Pyongyang dan Washington sepenuhnya tergantung pada AS.
“Kami tidak akan meminta AS untuk berunding atau mengambil risiko untuk membujuk mereka jika mereka tidak ingin duduk bersama kami,” kata Choe Son-hui, menurut laporan kantor berita Korut (KCNA, Kamis.
Choe mengatakan bisa menyarankan kepada pemimpin Kim bahwa Korut mempertimbangkan kembali pertemuan puncak, jika AS menyinggung niat baik Korut.
Jika pertemuan puncak tersebut dibatalkan atau gagal, maka Trum akan mendapat pukulan besar guna mencapai dukungan yang diharapkan sebagai capaian diplomatik terbesar dari kepresidenannya.(kh)