Opini  

Berpuasa Bukan Sekedar Menahan Lapar dan Dahaga

Berpuasa Bukan Sekedar Menahan Lapar dan Dahaga
Djoko Tetuko

Kontemplasi Djoko Tetuko

Perintah melaksanakan puasa wajib di bulan suci Ramadan sebagai firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah, ayat 183, ’’Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa’’. Dengan maksud dan tujuan sudah jelas untuk mencapai derajat tertinggi sebagai manusia yang bertakwa, dengan latar belakang bahwa kewajiban yang sama juga diberlakukan terhadap umat terdahulu.

Oleh karea itu, kewajiban berpuasa sesungguhnya ada rahasia yang sangat dalam sebagai sebuah pengabdian, sebagaimana peringatan Allah SWT, pada surat az-Zariat 56, ’’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku’’. dimana ibadah puasa wajib di bulan suci Ramadan, merupakan sesuatu yang amat spesial dan hanya diketahui oleh orang-orang beriman yang menjalankan puasa dan Allah SWT semata, sehingga kadar puasa itu sendiri sebuah rahasia tertinggi.

Begitu tinggi rahasia berpuasa, maka ibadah spesial ini memang bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi di balik itu, kadar puasa masing-masing hamba Allah SWT yang beriman, sangat ditentukan oleh perilaku hamba itu sendiri, sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Semua hamba Allah SWT tidak mengetahui, kecuali hamba itu sendiri atau hamba pilihan Allah SWT yang memang diberi ilmu mengetahui (secara terbatas) amalan atau ibadah manusia yang lain dan perilaku makhluk lain dengan setitik ilmu yang diberikan Allah SWT.

Puasa wajib di bulan suci Ramadan pada surat Al-Baqarah ayat 184 menegaskan, ’’(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui’’. Artinya dalam menjalankan perintah puasa wajib masih ada kemungkinan tidak mengerjakan atau menjalankan kewajiban tersebut, karena sesuatu halangan. Dan itu ditegaskan bagi yang sakit dan dalam perjalanan

Tetapi begitu tingginya nilai ibadah puasa pada penghujung ayat itu ditegaskan, ’’ Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui’’. Itu artinya bahwa dalam satu bulan Ramadan ini jauh lebih mulia dan lebih tinggi, ibadah puasa atau pengabdian seorang hamba, ketika menanggalkan semua pengabdian duniawi dan difokuskan pada ibadah puasa. Tentu saja dengan kadar (sekali lagi) bukan sekedar manahan lapar dan dahaga. Namun beberapa ketentuan yang menjadi syarat dan sahnya derajat atau kadar ivadah puasa itu, tinggi atau rendah, tebal atau tipis.

Dalam pandangan awam dan menurut definisi secara umum, maka puasa mempunyai definisi menahan diri dari makan, minum, dan segala yang membatalkan. Dimana secara bahasa shaum (puasa) bermakna “imsaak” yaitu menahan. Secara istilah syar’i maka puasa adalah beribadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum dan dari segala yang membatalkannya, sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.