Untuk itu, pihaknya berusaha menjaga kewibawaan institusi, pemerintah, dan pihak yang ditunjuk partai untuk menjalankan mandat, sebagai konsekuensi dari penambahan unsur pimpinan di DPR maupun MPR.
“Manakala UU ini diajukan judicial review ke MK, tentunya tidak ada jaminan, apakah ini disetujui atau ditolak. Ketika Pimpinan DPR dan MPR sudah dilantik ternyata UU ini dibatalkan semua, berarti harus melepaskan jabatannya.
Tidak ada yang bisa menjamin juga, apakah judicial review itu akan ditolak, sehingga UU MD3 dapat berlaku. Artinya kita berharap, secara konstitusional ini sah, semuanya tinggal tunggu saja, jika ada pihak yang mengajukan judicial review,” tandas politisi Dapil Jateng ini.
Taufik juga menyoroti mengenai Pasal 245 ayat (1) UU MD3 terkait hak imunitas Anggota DPR yang menjadi kontroversi, dianggapnya hanya cuplikan yang diambil oleh para pengamat.
Pasal tersebut menyebutkan pemanggilan dan permintaan keterangan kepada Anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
“Kan semuanya tidak berlaku pada tindak pidana khusus. Kan sudah jelas. Tidak ada bedanya,” imbuh Taufik. (sam)