Rekonsiliasi Budaya Akhiri 661 Tahun Perselisihan Sunda-Jawa

Rekonsiliasi Budaya Akhiri 661 Tahun Perselisihan Sunda-Jawa

Surabaya – Rekonsiliasi budaya yang diprakarsai Gubernur Jawa Timur Soekarwo dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, menandai berakhirnya 661 tahun permasalahan antara etnis Sunda dengan etnis Jawa pasca tragedi Pasunda Bubat yang terjadi pada tahun 1357 Masehi.

Rekonsiliasi ini diwujudkan melalui penggantian dua jalan arteri di Kota Surabaya dengan menggunakan nama yang menyimbolkan kesundaan. Yakni, Jl. Prabu Siliwangi menggantikan Jl. Gunungsari, dan Jl. Sunda menggantikan Jl. Dinoyo.

Penggantian nama jalan tersebut menjadikan Jalan Prabu Siliwangi berdampingan dengan Jalan Gajah Mada, sementara Jalan Sunda berdampingan dengan Jalan Majapahit.

“Lewat peristiwa ini, permasalahan antara etnis Jawa dan Sunda yang terjadi sejak 661 tahun lalu, selesai hari ini. Alhamdulillah, baik saya dan Pak Aher akhirnya bisa menemukan satu titik kesamaan” kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim pada acara Rekonsiliasi Budaya Harmoni Budaya Sunda-Jawa di Hotel Bumi Surabaya, Selasa (6/3).

Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim mengatakan, rekonsiliasi ini penting untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, khususnya antara etnis Sunda dan Jawa.

Pasalnya, akibat tragedi Pasunda Bubat, kedua etnis ini kerap berselisih dalam berbagai hal yang menyangkut hubungan kemanusiaan, seperti perkawinan, pendidikan dasar, dan lainnya.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyambut baik rekonsiliasi Sunda dan Jawa yang diwujudkan melalui hadirnya simbul Sunda pada dua ruas jalan di Jawa Timur, tepatnya di Kota Surabaya. Untuk itu, Kang Aher, sapaan akrab Gubernur Jabar ini juga akan melakukan hal serupa di Jabar, tepatnya di Kota Bandung, dengan membuat Jalan Majapahit dan Jalan Hayam Wuruk di Kota Bandung.

“Nama Jalan Majapahit akan menggantikan Jalan Gasibu di tengah kota, kemudian Jalan Kopo diganti Jalan Hayam Wuruk. Estimasinya, penggantian kedua jalan ini dilakukan pada bulan April atau awal Mei 2018 mendatang” katanya.

Senada dengan Pakde Karwo, Kang Aher sepakat rekonsiliasi ini menjadi bagian penting untuk mempererat hubungan antara etnis Sunda dengan Jawa. “Sampai saat ini, ada orang Sunda yang tidak mau disebut orang Jawa, padahal mereka tinggalnya di Pulau Jawa.

Nantinya, disebut orang Jawa berbahasa Sunda. Rekonsiliasi ini akan membawa dampak psikologis untuk merekatkan kita” katanya.

Ditambahkan, rekonsiliasi ini turut menjadi sejarah dan terobosan yang tepat untuk menyatukan Indonesia. Pasalnya, jumlah etnis Jawa mencapai 42% dari seluruh etnis di Indonesia, sedangkan etnis Sunda mencapai 14%. Jika digabungkan, jumlahnya mencapai 56% atau separuh lebih dari seluruh etnis di Indonesia.

“Artinya jika masalah Jawa dan Sunda selesai, maka perkara-perkara besar di Indonesia juga selesai” ujarnya.

Sementara itu Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang disebut Pakde Karwo sebagai Pengageng Budaya Jawa mengungkapkan bahwa pemberian nama-nama jalan ini diharapkan memutus sejarah kelam 661 tahun lalu atas tragedi Bubat yang meretakkan hubungan antara etnik Sunda dengan Jawa.

“DIY telah meletakkan nama Jalan Siliwangi, Pajajaran dan Majapahit menjadi satu kesatuan jalan dalam satu jalur, dari ruas simpang Pelemgurih ke Jombor, diteruskan sampai di simpang tiga Maguwoharjo, dan dilanjutkan lagi hingga simpang Jalan Wonosari” katanya.

Ditambahkan, penamaan jalan hari ini juga menjadi tonggak awal sejarah baru rekonsiliasi etnik Sunda-Jawa. Demikian pula, kehadiran Kang Aher sebagai representasi rakyat Sunda di Jawa Barat dan Pakde Karwo mewakili rakyat Jawa di Jatim diharapkan semakin memulihkan tali persaudaraan untuk menjadi satu bangsa Indonesia yang bermartabat.

“Dalam agama apa pun kita tidak pernah mengenal adanya dosa turunan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menunjukkan jalan lurus-Nya, sehingga kita menjadi lebih utuh sebagai satu bangsa.” pungkas Gubernur DIY. (fir/kh)