Industri Kriya Ikut Sumbang PDRB Jatim Sebesar 170,86 Trilyun

Industri Kriya Ikut Sumbang PDRB Jatim Sebesar 170,86 Trilyun

Surabaya – Industri kerajinan hastakarya keterampilan tangan (Kriya) masyarakat Jawa Timur telah mampu menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim sebesar Rp. 170,86 Trilyun.

Dukungan tersebut tak lepas dari peran serta Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jatim lewat peningkatan kontribusi industri kerajinan dalam pembangunan nasional maupun daerah.

“Peningkatan eksport non migas, khususnya ekspor produk kerajinan 2016 lalu, Industri kreatif Jatim telah berkontribusi ke PDRB Jatim sebesar Rp. 170,86 trilun atau memberikan kontribusi 9,21 persen terhadap total PDRB Jatim sebesar Rp. 1,855,04 triliun,” Demikian Ketua Dekranasda Provinsi Jatim, Dra. Hj. Nina Sooekarwo, MSi, di Surabaya, Selasa (6/30

Menurut Bude Karwo, data BPS 2016 menjelaskan, struktur ekonomi kreatif Jatim, mayoritas didukung dari tiga sektor utama, yakni kuliner, kriya dan fashion. Untuk sub sektor kriya sendiri, PDRB Jatim disumbang mencapai Rp 25,65 triliun atau sebesar 19,87 persen. Jumlah tersebut menempati peringkat kedua setelah sub sektor kuliner sebesar 63,99 persen.

Dengan capaian tersebut, lanjut Bude Karwo, PDRB sub sektor kriya mampu memberikan kontribusi sebesar 18,06 persen untuk PDRB nasional sebesar Rp 142,06 trilyun. Hal itu menunjukkan bahwa keberadaan dekranasda yang mempunyai tugas menggali, melindungi, mengembangkan dan mempromosikan potensi industri kecil dan industri kreatif mampu digerakkan mulai tingkat desa hingga perkotaan di wilayah Jawa Timur.

“Dengan tujuan apa ? agar masyarakat yang mempunyai keahlian dan kreativitas tersebut bisa terangkat ekonominya serta bisa sejahtera kehidupannya. Bisa dikatakan, cukup berhasil dan bisa terus berkesinambungan dari tahun ke tahun mampu bertahan serta bisa meningkat,” terangnya.

Selanjutnya Bude Karwo mengatakan, untuk mempertahankan apa yang telah dicapai mungkin dibutuhkan kerja keras lagi. Pasalnya era global seperti sekarang ini memiliki tantangan yang cukup komplek. Salah satu contohnya adalah kerajinan batik yang sudah diakui Unesco.

“Nah, untuk mempertahankan batik itulah yang membutuhkan keahlian dan kesabaran serta kreativitas yang tinggi. Selain itu, juga kualitas produksi serta ketepatan waktu dalam memproses dan harganyapun harus bisa bersaing dengan barang-barang dari luar negeri. Agar barang dalam negeri masih bisa bersaing dengan barang dari luar,” tegasnya.

Di era global seperti sekarang ini, tambah Bude, siapapun tidak bisa membendung atau membentengi barang-barang dari luar. Yang bisa dan mampu membendung arus barang-barang tersebut tidak lain dari aspek kualitas barang hasil produk UKM yang baik dan bagus. (min)