Soekarwo dalam orasi di depan seluruh panelis dan rapat terbuka, menyatakan bahwa mempertemukan masyarakat dengan pers melalui berbagai informasi, merupakan keharusan sehingga harus menumbuhkan demokrasi partisipatoris untuk meningkatkan upaya memberikan informasi dengan penyebaran informasi yang efektif.
Pak Dhe Karwo, juga menjelaskan bahwa sering melakukan diskusi dengan wartawan untuk dalam suasana sepi, tetapi lebih banyak bagian dari mendengarkan suara yang tidak terdengar.
“Saling memanfaat dan saling sinergi dengan media, dengan harapan 40 juta penduduk Jatim, akan menerima informasi dengan maksimal,” ujarnya.
Program kerja sama, katanya, melakukan berbagai kegiatan dengan media dan wartawan, termasuk merenovasi .
Pak Dhe Karwo dengan Jog khas menyatakan bahwa komunikasi dalam bahasa Jawa “Koen Muni Kasi (kamu bilang diberi)”, sehingga harus melakukan kerja sama advertorial, ngobrol pinter bareng pakde Karwo, ajang wadul dan kainnya.
Media, lanjutnya, membangun keadilan yang memberikan ketentraman di antara kita. “Perasaan keadilan menjadi ribut apalagi ketidakadilan,” tandas.
Dan di Jatim, menurut Pak Dhe Karwo, nyaman itu bukan tujuan utama, tetapi aman dan cepat dalam menyampaikan informasi itulah yang paling utama. “Ini Gili Iyang Sumenep, merupakan oksigen terbaik perlu didatangi para hadirkan dan panelis,” katanya promosi.
Salah satu panelis Sasongko Tedjo (wakil ketua bidang organisasi) menyatakan bahwa model kepemimpinan Pak Dhe Karwo mungkin satu-satunya Gubernur di Indonesia yang dengan pers menggunakan model partisipatoris. “Dan panggilan Pak Dhe sudah merupakan panggilan pendekatan dan kekeluargaan,” katanya.
Penasehat PWI Pusat M. Nuh sebagai panelis menyatakan, bahwa selama menjadi panelis anugerah Pena Emas, merupakan penyampaian orasi dan pemaparan terbaik. (JT)