Belum lagi akan berpikir keras untuk menjadi contoh sebagai pemimpin perempuan yang mampu menjadi teladan bagi pemimpin laki-laki di daerah lain, tentu dengan beberapa strategi prioritas, seperti gerakan transparansi sebagai pencegahan korupsi sesuai dengan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik, maupun gerakan meningkatan pelayanan publik secara maksimal sesuai dengan amanat Undang Undang Pelayanan Publik.
Selain itu, sebagai pemimpin perempuan, paling tidak harus mampu menganalisa perkembangan kesetaraan perempuan di pelbagai bidang. Terutama isu lama masig paling santer akhir-akhir ini yang menjadi pembicaraan dunia internasional adalah angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan, jumlah perempuan buta aksara cukup tinggi, jumlah perempuan kurang mendapat perawatan kesehatan terus bertambah banyak, jumlah perempuan pengangguran meningkat tajam, jumlah pendidikan perempuan yang tertinggal atau gagal mengikuti program wajib belajar 9 tahun paling tinggi, jumlah perempuan yang miskin juga terus bertambah.
Di Jatim pertarungan semakin menarik dan seru, karena Khofifah dan Puti sebagai perempuan podium, akan menyampaikan gagasan besar, bukan sekedar memperjuangkan perempuan sebagai bagian dari prioritas program ke depan. Tetapi jauh lebih hebat dan bermartabat jika mampu menjaga keberlanjutan kepemimpjnan Gubernur Jatim sebelumnya dengan selalu menorehkan prestasi di berbagai bidang. Sebut saja Dr H Soekarwo dengan dukungan gerakan program ibu melalui Bu Dhe Nina Karwo, juga membantu mencatat prestasi Jatim dalam menangani berbagai persoalan perempuan.
Khofifah dan Puti, memang sama-sama belum teruji di Jatim. Namun keberhasilan mewarnai berbagai pembangunan di Jatim ke depan, akan menjadi tolok ukur secara nasional, apakah pemimpin perempuan memang mampu dan sejajar, atau bahkan jauh lebih hebat dalam memimpin di Jatim dan nasional. Masa kampanye dan kemampuan komunikasi calon perempuan akan menentukan ke mana suara-suara pemilih akan ditentukan. Siapa pun pemimpin perempuan di Jatim? Kita tunggu gebrakan di bumi gema ripo lho jinawi, dengan pepatah Jawa amat santun “Jer Basuki Mowo Beo”. Pepatah itu mengandung arti bahwa i untuk mencapai keberhasilan diperlukan biaya atau pengorbanan. (*)