Tajuk  

Khofifah v Puti, Paling Seru

Khofifah v Puti, Paling Seru

Pemilihan Kepala Dearah (Pilkada) serentak di 171 daerah pada tanggal 27 Juni 2018 mendatang, belum memberi peluang cukup besar kepada calon pemimpin perempuan. Provinsi Jawa Timur dengan head to head Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno, menjadi daerah pemilihan paling unik menerik, dan sarat gender, mengingat satu perempuan sebagai calon Gubernur dan satu lagi menjadi Wakil Gubernur.

Dari 17 Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, persaingan merebut suara perempaun di Jatim menjadikan pertarungan sengit antara Khofifah dengan Puti Guntur Soekarno. Dimana dari 30.963.078 jiwa. pemilih perempuan mencapai 51 persen atau sekitar 15.540.694. Tentu saja dengan cara-cara simpatik dan elok untuk menaklukkan suara perempuan memilih di antara dua kandidat, yang sama-sama singa podium.

Pilkada serentak dengan 17 Pilgub, 115 Pilbup, dan 39 Pilwali. dengan total calon kepala daerah dan wakil kepala daerah 1.130 orang, terdiri dari 566 pasangan calon. Pasangan yang diusung oleh partai-partai 440 pasang, sisanya 130 pasangan calon perseorangan. Data statistik memaparkan, terdapat 521 calon kepala daerah dari laki-laki, sementara 49 calon kepala daerah perempuan. Adapun calon wakil kepala daerah laki-laki sebanyak 520 orang, kaum perempuan 50 orang. Dengan demikian total calon kepala daerah dari kalangan laki-laki sebanyak 1.041 orang dan 99 perempuan. Hasil rekapitulasi ini menunjukkan bahwa calon perempuan masih kurang dari 10 persen.

Pertarungan Khofifah versus Puti Guntur Soekarno, ternyata dari kalkulasi tinjuan berbagai pendekatan bakal berlangsung paling seru. Mengingat baik Khofifah maupun Puti, diberangkatkan dari perempuan berbasis nasionalis dan santri, sehingga sama-sama berebut di arena yang tidak jauh berbeda. Bahkan lebih seru lagi, Puti dengan bendera PDIP meyakinkan dengan jargon-jargon nasional menawarkan kehormatan bagi pemilih perempuan untuk sejehtara, adil dan makmur dengan gotong royong. Sementara Khofifah dengan pengalaman di Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Menteri Sosial menawarkan program-program berbasis mengangkat harkat dan martabat perempuan dari sisi sentuhan-sentuhan kebutuhan akan hak-hak perempuan.

Siapa pun dari calon perempuan yang terpilih menjadi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Buopati, Walikota dan Wakil Walikot, sesungguhnya menerima amanat sebagai pemimpin perempuan sangat berat. Betapa tidak? Pada saat bangsa dan negara ini berusaha mensejajarkan perempuan menempati sejumlah posisi strategis, mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan, maka pemimpin perempuan akan bekerja keras memprioritaskan kinerja utama bagi kaum hawa.

Belum lagi akan berpikir keras untuk menjadi contoh sebagai pemimpin perempuan yang mampu menjadi teladan bagi pemimpin laki-laki di daerah lain, tentu dengan beberapa strategi prioritas, seperti gerakan transparansi sebagai pencegahan korupsi sesuai dengan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik, maupun gerakan meningkatan pelayanan publik secara maksimal sesuai dengan amanat Undang Undang Pelayanan Publik.

Selain itu, sebagai pemimpin perempuan, paling tidak harus mampu menganalisa perkembangan kesetaraan perempuan di pelbagai bidang. Terutama isu lama masig paling santer akhir-akhir ini yang menjadi pembicaraan dunia internasional adalah angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan, jumlah perempuan buta aksara cukup tinggi, jumlah perempuan kurang mendapat perawatan kesehatan terus bertambah banyak, jumlah perempuan pengangguran meningkat tajam, jumlah pendidikan perempuan yang tertinggal atau gagal mengikuti program wajib belajar 9 tahun paling tinggi, jumlah perempuan yang miskin juga terus bertambah.

Di Jatim pertarungan semakin menarik dan seru, karena Khofifah dan Puti sebagai perempuan podium, akan menyampaikan gagasan besar, bukan sekedar memperjuangkan perempuan sebagai bagian dari prioritas program ke depan. Tetapi jauh lebih hebat dan bermartabat jika mampu menjaga keberlanjutan kepemimpjnan Gubernur Jatim sebelumnya dengan selalu menorehkan prestasi di berbagai bidang. Sebut saja Dr H Soekarwo dengan dukungan gerakan program ibu melalui Bu Dhe Nina Karwo, juga membantu mencatat prestasi Jatim dalam menangani berbagai persoalan perempuan.

Khofifah dan Puti, memang sama-sama belum teruji di Jatim. Namun keberhasilan mewarnai berbagai pembangunan di Jatim ke depan, akan menjadi tolok ukur secara nasional, apakah pemimpin perempuan memang mampu dan sejajar, atau bahkan jauh lebih hebat dalam memimpin di Jatim dan nasional. Masa kampanye dan kemampuan komunikasi calon perempuan akan menentukan ke mana suara-suara pemilih akan ditentukan. Siapa pun pemimpin perempuan di Jatim? Kita tunggu gebrakan di bumi gema ripo lho jinawi, dengan pepatah Jawa amat santun “Jer Basuki Mowo Beo”. Pepatah itu mengandung arti bahwa i untuk mencapai keberhasilan diperlukan biaya atau pengorbanan. (*)