Gerakan transparansi profesional atau keterbukaan akses informasi dan dokumentasi kepada publik, dari kalangan pemerintah maupun non-pemerintah (swasta) yang menjalankan roda organisasi di lembaga atau institusinya menggunakan anggaran keuangan bersumber dari APBN maupun APBD, akan menjadi benteng paling tangguh dalam memberantas korupsi, dengan konsentrasi dan fokus pada pencegahan korupsi.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), akhir-akhir ini mulai marak menjadi sasaran empuk para pejabat publik, melakukan penyimpangan dengan menggunakan jurus lama bernama KKN (Korupsi, Kolusi dam Nepotisme). Sementara berbagai upaya untuk melakukan pencegahan melalui Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik, masih belum menyadarkan para pejabat publik melakukan gerakan massal transparansi secara profesional dan proporsional.
Padahal amanat pada alinea terakhir penjelasan Pembukaan Undang Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), ditegaskan bahwa keterbukaan Informasi Publik (transparansi) merupakan salah satu jalan sebagai gerakan pencegahan korupsi secara nasional, di seluruh Badan Publik, baik pemerintah maupun non pemerintah.
’’Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance)’’.
Pemberlakukan UU KIP sejak 30 April 2010 atau 2 (dua) tahun setelah di-Undang-kan sampai saat ini, memang masih belum mencapai harapan sebagaimana pesan kebangsaan pada kalimat di atas. Bahkan masih cukup banyak Badan Publik pemerintah dengan sengaja tidak melaksanakan karena undang undang maupun peraturan perundangan terkait, tidak menuangkan kata sanksi bagi Badan Publik yang tidak melaksanakan sebagaimana amanat UU KIP ini.
Dalam beberapa kesempatan kata ’’sanksi’’ selalu menjadi alasan klasik bagi Badan Publik untuk tidak segera melaksanaan UU KIP, walaupun pada pasal 7 s/d pasal 12 sudah jelas, bahkan terang benderang, telah tertuang kalimat kewajiban Badan Publik dan Informasi Wajib yang harus dilaksanakan oleh Badan Publik. Sehingga evaluasi (sementara) bahwa belum semua Badan Publik sadar dan terpanggil untuk bersama-sama melakukan gerakan Transparansi Profesional untuk mendukung langkah-langkah strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance.