Cerpol (cerita pendek politik) di atas sekedar mengantar, bahwa ketika dunia perpolitikan tiba-tiba hingar bingar kembali, tentu saja diingat bahwa Indonesia pernah mencatat sebagai negara dengan melaksanaan demokrasi sejati yang luar biasa, dengan hasil dan perolehan mewakili bangsa dan negara di kancah internasional dan dunia, juga luar biasa. Sekarang Indoensia harusnya luar biasa, demikian juga Jawa Timur, yang menjadi barometer nasional.
Empat Wanita
Berbicara Pilkada (Pemilihan Kepada Daerah), khususnya di Jatim, sekedar mencatat bahwa sempat muncul tiga wanita menjadi kontestan dengan cara berbeda. Khofifah sudah sejak mendapat dukungan dari Nasdem dan Golkar terus menggalang dukungan dengan melibatkan tokoh cucu pendiri Nahdaltul Ulama, KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah).
Wanita kedua santer mendapat dukungan berpsangan dengan Saifullah Yusuf, ialah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Kediri, melanjut sekolah di Surabaya sampai mahasiswi ITS 10 November Surabaya, dan sekaang menjadi salah satu pemimpin wanita dengan prosesntase dibicarakan secara nasional cukup tinggi. Bahkan sempat diminta maju Pilkada DKI Jakarta, tetapi mendapat tantangan dari para pendukungnya, dan selalu diam tidak memberi tanggapan apa-apa.
Wanita ketiga sempat meramaikan bursa calon Gubernur Jatim, ketika La Nyala Mahmud Mattaliti, mengembalikan surat tugas, karena tidak mendapatkan dukungan dari partai PAN maupun PKS, untuk menambah kekurangan partaiu Gerinda, maka muncul nama Yenny Wahid yang bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid (lahir di Jombang, Jawa Timur, 29 Oktober 1974; Bahkan viral media sosial ramai memberikan dukungan soal kepantasan, tetapi juga ramai memberikan simpati dan agar nerhenti karena pengalaman sejarah bahwa partai-partai yang mengusung adalah berbeda haluan dengan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada saat itu.
Wanita keempat ialah Puti Guntur Soekarno, menjadi pendatang baru di Jatim, sekaligus pesaing baru Khofifah, setelah dua wanita sebelumnya tidak bersedia atau tidak siap melawan Menteri Sosial ini. Puti, belum pernah mencatat apa-apa, bahkan belum menyamai prestasi bapaknya, Guntur, pada tahun 1971, setelah itu hilang dari peredaran. Tetapi kini telah didadapkan ketetapan bakal bertarung melawan Khofifah di Pilgub Jatim, 27 Juni 2018 mendatang.
Sekedar mengingatkan bahwa dunia perpolitikan tidak ‘’Hitam Putih’’, namun perjalanan politik pasti penuh dengan warna warni, ’’Full Color’’, Khofifah di antara bayang-bayang kekuatan kiai, Rsma di antara bayang-bayang sejarah orangtuanya sebagai pejuang di Surabaya, Yenny Wahid di antara bayang-bayang Gus Dur, dan Puti di antara bayang-bayang Guntur, Megawati dan Soekarno. Bayang-bayang hanyalah sekedar menjadi penguat, tetapi sepak terjang ke depan siapa pun wanita dalam Pilkada, dalam Pemilu, dalam Pilpres, dalam perjuangan kebangsaan, maka perjuangan sejati dengan mengedepankan kepentingan rakyat sangat menentukan nasib umat.