Melawan Cuaca Ekstrim Madinah, Strategi Thowaf di Lantai Dasar

Melawan Cuaca Ekstrim Madinah, Strategi Thowaf di Lantai Dasar

PUNCAK pelaksanaan Umroh biasanya terjadi pada bulan Desember atau memasuki Rabiul Awal dan Rabiul Akhir. Selain, masyarakat Timur Tengah mulai menjalani libur panjang akhir tahun masehi, cuaca dingin dan kenikmatan beribadah di Haromain (dua tempat suci, Mekkah-Madinah) tetap menjadi idola kaum muslimin seluruh dunia untuk berziarah.

Penyelenggara umroh sering menyebut Hight Season (permintaan tinggi) karena jumlah peminat untuk berangkat di akhir Desember mengalami masa panen. Seringkali, harus menolak atau melakukan barter dengan travel lain yang belum memperoleh jamaah. Artinya, rutinitas kesepakatan penyelenggara dan pelaksana travel harus mengajukan ekstra flight (penerbarangan tambahan) untuk memenuhi permintaan jamaah. Subhanallah.

Ada beberapa catatan cukup menarik, setelah pemerintah kerajaan Saudi Arabia melakukan pembangunan di kawasan mathaf (tempat thowaf) di lantai dasar. Kebijakan pengelola dua tempat suci Mekah-Madinah, termasuk melakukan renovasi di tempat thowaf, khususnya pembenahan di kawasan air Zam-zam, seorang pembimbing harus cerdas, jeli, dan teliti memberikan bimbingan kepada jamaah supaya bisa menikmati proses ibadah umroh dengan penuh kesabaran dan ikhlas.

Lantas strategi apa yang harus dipersiapkan jamaah saat umroh di musim dingin (teruma saat di Madinah yang dikenal dengan cuaca ekstrim) dan situasi terkini dan kesiapan bagi jamaah umroh untuk memenuhi panggilan sebagai dloifullah (tamu Allah) di Makkatul Mukaromah?, HS. Makin Rahmat, wartawan senior Koran Transparansi dan korantransparansi.com kebetulan 20 Desember 2017 hingga 2 Januari 2018 membimbing jamaah umroh bersama travel PT. Arofahmina, akan mengupas hal-hal yang terkini dari tanah suci Haromaian.

Seperti biasa, sebelum jamaah menunaikan Safar (bepergian) ritual di Mekah-Madinah, selalu dibekali dengan manasik umroh dan penjelasan teknis perjalanan dari keberangkatan saat di Bandara, hingga landing di Madinah dan seterusnya. Informasi standar tersebut, seputar kebutuhan yang harus dipersiapakan, seperti koper bagasi harus berisi pakaian dan seluk-beluk logistik untuk menunjang kegiatan ritual ibadah di Mekah dan Madinah.

“Yang jelas, jamaah harus selalu membawa ID Card dari travel, karena tertera nama PT yang memberangkatkan, nama hotel, tilpun muthowib dan pembimbing. Selanjutnya memberikan tanda pengenal khusus di koper bagasi. Karena cuaca dingin, jamaah diminta membawa pakaian plus jaket, slayer, kaos kaki, pelembab, tetap mengkonsumi buah-buahan, terutama kurma dan minum air Zamzam. Bila jamaah ada obat khusus harus melaporkan supaya memudahkan kordinasi bila terjadi hal-hal yang emergensi,” ungkap Abdul Wahid, Kordinator Tim Handling PT. Arofahmina.

Seringkali jamaah masih lupa atau ceroboh, yaitu membawa barang cair atau kebutuhan lain yang melebihi ketentuan. “Sebetulnya, tiap mau keberangkatan selalu dijelaskan tapi saat pemeriksaan di bandara masih ditemukan jamaah membawa rokok leih dari 2 pres, barang cair di atas 100 mili liter, benda-benda yang mengandung metal. Akhirnya mempersulit sendiri, tas tentengan harus dibongkar, benda seperti gunting, potong kuku, atau obot-obatan tidak bisa dibawa. Khan rugi sendiri. Seharusnya barang yang tidak boleh dibawa ke kabin pesawat bisa dimasukkan ke koper bagasi. Terkadang jamaah lupa atau teledor masih saja sering terjadi,” ulas Uswah, panggilan Abdul Wahid didampingi Nanda dan Adam, tim Handling.

Cuaca Ekstrim di Madinah

Informasi terkini, cuaca di Madinah mulai terasa sangat dingin. Karena kondisi cuaca di Madinah dikenal ekstrem, temperature 10 derajat celcius bisa membuat jamaah kaku, apalagi di pertiga malamsampai menjelang Subuh bisa membuat tubuh jamaah kaku. Pakaian berlapis dan tebal pun belum mampu menghalangi terpaan angina yang menusuk tulang.

Pengalaman empat tahun terakhir mendampingi jamaah di saat musim dingin, apalagi saat di Madinah sering jamaah mengalami bibir dan kaki pecah, sangat sakit serta terasa perih. Tidak jarang jamaah mimisen (hidung berdarah) karena tidak mampu menyeimbangkan suhu tubuh sehingga terjadi kontra terhadap kesehatan. “Kalau musim dingin, suhu 5-10 derajat di sini (Madinah) bisa membuat jamaah pontan-panting. Dingin sangat menusuk tulang, banyak jamaah mengalami hidung berdarah, kaki-tangan pecah bahkan pernah ada telinga jamaah berdarah,” ujar Ustdaz Hirjan, salah satu muthowib.

Guna menjaga tubuh tetap stabil, disarankan jamaah tetap menggunakan obat pelembab bibir, lotion tubuh, minyak penghangat. Selain itu, jamaah harus rutin minum air, terutama Zamzam, tidak harus menunggu haus dengan skala sedikit, 50-100 mili liter, tapi berkelanjutan. Kalau terlalu banyak, khawatir tidak bisa nahan kencing.

“Jadi, tidak harus menunggu bibir atau kaki pecah, harus sering diolesi dengan pelembab, lotion, atau minyak tawon. Juga disarankan mengkonsumsi buah biar tubuh mampu menyerap multi vitamin alami, selain obat vitamin. Intinya, ada suasana nikmat tapi penuh resiko kalau jamaah teledor,” ulas Ustadz Harun, yang dikenal telaten dan sabar mendampingi jamaah.

Resep lain, jamaah bisa mengatur ritme ibadah tanpa harus bolak-balik dari hotel selama menjalani shalat lima waktu atau mengikuti kegiatan ziarah selama di Madinah. “Ini penting, bagaimana jamaah bisa menjaga kondisi, karena inti ibadah adalah saat berangkat dari Madinah ke Mekah untuk umroh. Insha-Allah kalau jamaah mengikuti petunjuk dari pembimbing atau muthowib bisa mengurangi resiko, karena memang kondisi cuaca ekstrim di Madinah,” tambah Hirjan.

Lanjut Hirjan, bila kondisi belum memungkinkan, usai jamaah Dzuhur kembali ke hotel untuk makan siang dan beristirahat sebentar untuk mempersiapkan shalat Ashar. Lebih afdlol (baik) kalau Ashar, Maghrib dan Isya, jamaah di masjid, bisa diselingi dzikir, membaca al-Quran, atau berdoa di Rudlo. Nah, setelah Isya’ baru kembali ke hotel untuk makam malam dan istirahat. “Ritme yang bisa menjaga kondisi, jamaah sendiri yang lebih tahu, apalagi kalau letak hotel agak di pinggiran, tentu bisa menyedot tenaga,” paparnya.

Thowaf di Lantai Dasar

Semangat jamaah menuju ke Mekah merupakan saat yang paling dinanti. Walau ada tambahan pembekalan manasik tambahan saat di Madinah, tetap saja ada jamaah yang diliputi perasaan campur aduk. Apalagi baru pertama kali umroh. Lantunan talbiyah usai mengikrarkan diri dalam niat umroh dengan pakaian ihram menyatuh dengan raga, adalah bagian dari puncak ibadah umroh, sebelum dilanjutkan dengan Thowaf (menggelilingi Kabah tujuh kali, dengan arah berlawanan jarum jam), melakukan Sai (jalan cepat dari bukit Shofa ke Marwa tujuh kali) dan dipungkasi tahallul sebagai penutup.

Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaik laasarikalakalabbaik. Innalhamda menikmata lakawalmuluk… Laasarikalak. (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu). Inilah bagian ritual yang mendapat perhatian ekstra. Sehingga ada kenikmatan luar biasa saat beribadah.

Bagi jamaah memang tidak asing saat umroh melakukan thowaf di lantai dasar. Selain, rute yang ditempuh lebih dekat, waktu yang dibutuhkan juga lebih cepat. Selanjutnya melan jutkan saidan tahallul untuk menyelesaikan rangkaian umroh .

Tapi, saat thowaf sunnah atau thoawaf wada (pamitan), maka harus rela tetap memakai pakaian ihram jika ingin tetap thowaf di lantai dasar. “Memang ada aturan, jika tidak memakain ihram, thowaf diarahkan ke lantai dua atau tiga, satu putaran sekitar satu kilo. Maka, sekali thowaf bisa menempuh jarak tujuh kilometer. Jadi, harus bisa mengatur termasuk saat thowaf wada, saya minta jamaah tetap pakai ihram,” kata Ustadz Mujahid, Tour Leader (TL) juga seorang Hafidz.

Menurut Ustadz Mujahid, bila kondisi padat, jamaah harus sabar menunggu sampai setengah jam untuk menuju mathof di lantai dasar. “Alhamdulillah, jamaah lebih memilih di lantai dasar walaupun harus memakai pakaian ihram,” tutupnya. (mat)