Pasal 28 UUD 1945 berbunyi; ’’Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang,’’. Dikuatkan pasal 28F bahwa ’’Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia’’.
Kemerdekaan bagi warga negara sebagaimana tertuang pada pasal 28F ternyata dengan memanfaatkan kemajuan teknologi di bidang internet, dan perkembangan serta pertumbuhan pengguna internet begitu membludak hingga menembus angka ratusan juta, maka media internet (siber) yang begitu mudah membuka jaringan dan menyampaikan informasi apa saja tanpa kontrol maupun kehadiran pemerintah untuk mengatur secara tegas, jelas, cerdas dan transparan, tiba-tiba saja perkembangan menjadi media ’’nakal’’, bahkan liar tidak terkendalikan, sehingga sudah cukup banyak media siber diberangus. Kalangan pers pun ikut menjadi korban atas penertiban dunia siber di Indonesia.
Hingga kini masalah media internet (siber) masih ’’abu-abu’’, UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU ITE (25/11) telah disahkan. Pemerintah melalui revisi beberapa pasal mendapat kewenangan melakukan pemutusan akses maupun memerintahkan memutuskan akses informasi elektronik (media internet/siber). Kalangan pers masih di persimpangan jalan menyikapi UU No 19 Tahun 2016, yang sudah diberlakukan 28 November 201