Dana Hibah APBD Surabaya Rentan Korupsi, Hukum Dijinakkan

Dana Hibah APBD Surabaya Rentan Korupsi, Hukum Dijinakkan
Dana Hibah APBD Surabaya Rentan Korupsi, Hukum Dijinakkan
Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Surabaya Tahun anggaran 2017, akhirnya disahkan tepat waktu oleh DPRD kota Surabaya melalui rapat Paripurna, Rabu (30/11).

Selain bukan tupoksi Komite Sekolah mencari duit, penolakannya kian mantab lantaran pemerintah suka menobral uang. ‘’Daripada dihibahkan ke lembaga negara yang telah dibiayai APBN atau APBD, lebih bermanfaatkan dialihkan ke sekolah. Toh, buktinya sudah ada. Pemkot Surabaya mengalirkan dana hibah ke Pemprov Jatim sebesar Rp 18,55 miliar,’’ paparnya.

Mantan Anggota DPRD Surabaya, Budiharto Tasmo, sependapat dengan Agus Sudjoko. Selain melahirkan preseden buruk dan opini negatif di masyarakat, ia khawatir aliran dana hibah ke lembaga aparat hukum memandulkan penegakan hukum.

Budi mengingatkan budaya ewuh pakewuh masih kental di Indonesia, khususnya di Jawa. Pemberian hibah tersebut membuat perilaku aparat hukum tak profesional. ‘’Mereka sungkan. Ujung-ujungnya jinak di mata kekuasaan. Ini yang tak baik. Hukum akhirnya menjadi dan memenuhi selera kekuasaan,’’ ujarnya.

Karena itu, Budiharto berharap agar Walikota menghentikan praktik tak elok tersebut. Sebab, tegasnya, dana hibah kental dengan warna dan kepentingan politik. Dana hibah juga rentan dan sarang tindak korupsi, di samping kerap melukai rasa keadilan masyarakat serta mengabaikan kepatutan dan rasionalitas.

Ditemui terpisah, Sekretaris Pemuda Muhammadiyah Surabaya, Novi Amirul Fatah juga meminta agar Risma Triharini tidak melanjutkan bagi-bagi ke jajaran TNI, kepolisian dan kejaksaan. Ia berharap agar Walikota bertangungjawab atas lemahnya sistem hibah di Pemkot Surabaya.

‘’Dalam kasus hibah dari APBD, bukan hanya Muhammadiyah yang dirugikan. Lembaga-lembaga masyarakat juga banyak yang dirugikan. Nama-namanya dimasukkan dalam daftar penerima hibah berikut besaran alokasi uangnya, seperti di APBD Perubahan Tahun 2015. Ada yang menerima sekali, dua kali, bahkan lebih dari tiga kali sekaligus. Namun, sudah dua tahun ini tak kunjung dicairkan,’’ papar dia.

Artinya, duga Novi, ada upaya menabrak hukum dari berbagai sisi. Ia tak berharap Permendagri Nomor 32 Tahun Tahun 2011 yang telah diperbarui dengan Permendagri Nomor 39 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos dari APBD tidak bernyali di Pemkot Surabaya. Ia juga tak menginginkan Perwali Nomor 20 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemberian dan Pertanggungjawaban Hiban dan Bantuan Sosial menjadi penghias digelontorkannya dana hibah dari APBD Tahun 2015. (jae)