Tahun 2016 lalu, lanjutnya, total jumlah penderita DBD di Jatim sebanyak 24.098 orang, dengan rata-rata 61,9/100.000 penduduk (peringkat ke-16 di Indonesia). Jumlah kematian akibat DBD ini sebanyak 339 orang, atau persentasenya 1,4% dari total penderita.
Daerah dengan kasus DBD tertinggi tahun 2016 adalah Sidoarjo, Pacitan, dan Kab. Malang. Sedangkan daerah dengan jumlah kematian tertinggi karena DBD adalah Sidoarjo, Kab. Pasuruan, dan Kab. Tulungagung.
Benny menambahkan, Dinas Kesehatan Provinsi Jatim terus berupaya melakukan sosialisasi pencegahan DBD. Pertama dengan mengoptimalisasi gerakan “Satu Rumah Satu Jumantik (Juru Pemantau Jentik)” yang dideklarasikan oleh Gubernur Jatim pada peringatan HKN tingkat Provinsi Tahun 2015 lalu.
Kedua, melakukan pendampingan kepada kab/kota yang mengalami peningkatan kasus DBD, meliputi mentoring klinik dan penyelenggaraan Bimtek Penyelidikan Epidemiologi.
Ketiga, dengan mendistribusikan dan menyiapkan stok logistik (insektisida, larvasida), serta peralatan berupa alat fogging serta Alat Pelindung Diri bagi fogger. Juga, melakukan monitoring ketat terhadap jumlah kasus DBD.
Program lain yang cukup berhasil mengurangi adalah kerjasama dengan PKK yang dikomandani Dra. Hj. Nina Soekarwo, M.Si dengan gerakan ‘3M Plus’, yakni menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas.
Sementara ‘Plus’ disini berupa langkah pencegahan, seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat nyamuk dan menggunakan kelambu saat tidur. Gerakan ini sendiri disosialisasikan sampai dengan dasa wisma. (min/hms)