Bahkan setelah Dekrit Presiden RI Tahun 1959, tekanan terhadap kekuatan pers semakin meningkat, sejumlah penerbitan ditutup dengan tujuan membatasi peranan dan fungsi pers. Bahkan Menteri Muda Penerangan Maladi pada saat HUT Kemerdekaan RI ke-14 menyatakan dengan tegas, (Lubis, 2008). “…hak kebebasan individu disesuaikan dengan baik kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berfikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin Undang-Undang Dasar 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kapada Tuhan Yang Maha Esa”.
Menjelang runtuhnya kekuasaan Orde Lama di era kepemimpinan Soekarno dengan sistem politik Demokrasi Terpimpin, kemerdekaan pers semakin diperketat. Hasil penelitian E.C Smith mengutip dari Army Handbook Kementerian Penerangan melakukan pengawasan secara ketat terhadap pers dan penerbitan lain. Pada Tahun 1965 terjadi pemberdelan yang dilakukan langsung pemerintahan Presiden Soekarno sebanyak 25 penerbitan, diantara aitu Harian Waspada Medan. Harian Waspada tersebut ditutup dengan alasan bahawa terdapat kepentingan politik oleh presiden, kerana media tersebut sangat mempengaruhi masyarakat awam (civil society) khususnya di Medan dalam pemberitaannya yang dapat menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pada masa pemerintahan Orde Baru lahirlah Undang-Undang Pers No. 11/1966 yang tetap mempertahankan kewajiban memiliki Surat Izin Terbit (SIT), dan Peraturan Menteri Penerangan No. 03/Per/Menpen/1969. Selain itu pada 1 Ogos 1973 Panglima Komando Keselamatan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) dengan Surat Keputusan No. Kep. 063 PK/IC/VIII/1973 mengharuskan semua surat kabar dan majalah untuk memiliki Surat Izin Cetak (SIC). Kemudian Undang-Undang Pokok Pers Nombor 21 Tahun 1982 memberikan kuasa penuh kepada Menteri Penerangan untuk cabut Surat Izin Terbit (SIT) atau Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Tidak cukup dengan undang undang ini kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Penerangan No. 01 Tahun 1984 yang mewajibkan pers mempunyai Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) (Hill, 2006).